Cerita dari Seorang Divable
Surta suryani adalah
salah satu seorang wanita divable. ia
kehilangan kaki kirinya akibat sebuah kecelakan. Sebuah tragedi yang
terjadi pada tanggal 9 juni 2012 silam. Siang itu kami mengunjungi beliau, dan
beliau beliau menceritakan kejadian tragis itu. Wanita yang akrab dipanggil bou
ini dulu kerja di sebuah pabrik
penyemprot nyamuk di daerah bantaran gerbang. Malam kejadian itu, Bou membawa
motor dan membonceng temannya, ia keluar dari pom bensin dengan hati hati dan
mengendarai motor di tepi badan jalan. Namun, tiba-tiba ada cahaya lampu mobil di belakangnya dan
mobil itu menabrak motor bou. Kakinya sangat remuk sehingga kaki beliau harus
diamputasi. Terlihat mata bou berkaca-kaca oleh air mata saat menceritakan
kejadian itu dan secara pribadi ada rasa segan karena membuat bou
mengulang memori pahit itu.
Kini wanita berdarah batak ini mengunakan tongkat sebagai
alat bantu jalannya. Walau hanya memiliki satu kaki dan merasa terbatas
beraktivitas, bou tetap bisa membersihkan rumah dan mengajarkan adik-adiknya.
Saat mendengar pernyataan bou itu, secara pribadi merasa malu karena tetap
malas walau memiliki kaki lengkap.
Beliau pun sudah bisa naik angkot , bahkan sempat naik motor saat pulang
kampung karena rindu menaikai motor. Kami pu kaget dengan cerita bou yang nekat
naik motor walau ,tetapi beliau tidak bisa menaiki bus dan kopaja
karena terlalu tinggi. Memang susah menaiki kopaja karena realitanya adalah
baru naik satu kaki, kopaja langsung jalan.
Saat kami dan bou saling sharing, tiba tiba muncul
pertanyaan mengenai biaya dan tanggung jawab kecelakan. Bou mengatakn bahwa perusahaan pemiliki truk yang menabrak dirinya
hanya meberi alakadarnya dan salah satu asuransi kecelakaan hanya memberi asuransi 50persen
karena bagi asuransi tersebut cacat tubuh
yang dialami bou adalah cacat tubuh sebagian, yaitu hanya kaki kiri. Itulah
pernyataan yang paling membuat kami kaget. Ada rasa kesal bagi kami saat
mendengar pernyataan itu. Bukankah bou
seharusnya mendapat haknya sebesar 100 persen? Secara pribadi, yang sangat
tidak setuju dengan pernyataan dari phak asuransi kecelakaan tersebut karena cacat kaki sebalah hanya dinyatakan cacat tubuh sebagian. Lalu, mesti diamputasi dulu kedua kakinya dan baru dinyatakan cacat tubuh total? . Dan
kami kagum mendengar bou yang mengatakan bahwa beliau tidak menutut apa-apa
walau itu haknya, ia tetap bersyukur karena masih mendapat bantuan biaya
daripada tidak sama sekali. Tapi bagi saya, semestinya bou tetap menuntut
haknya, karena rakyat indonesia mesti dipenuhi haknya dan menegakkan haknya.
Bou
bercerita, ia pernah disenggol oleh orangorang yang terburu-buru saat di
keramain. Memang belum ada jalan khusus untuk divable di indonesia. Sebaiknya
di Indonesia ada jalan khusus tersebut, agar para divable dapat jalan dengan
aman, dan para pejalan kaki lain tidak terhambat jalannya karena divable
jalannya tidak bisa cepat. Ada kesulitan ,pasti ada kemudahan. Bou juga
mengalami itu, baginya sudah lumayan fasilitas fasilitas di indonesia untuk
memudahkan para divable, seperti lift, eskalator, jalan di bidang miring,dan
divable priorty di kereta. Namun, bagiginya itu belum cukup. Beliau mengharapkan
mendapat sumbangan kaki palsu agar dapat lebih mudah beraktifitas. Bou pun
tetap ingin bekerja , tapi lagi lagi masalah kondisi tubuhnya. terkadang ia merasa
terdiskriminasi karena lowongan pekerjaan melihat fisik tubuh. Memang rasanya
tidak adil bagi para divable padahal mereka memiliki skil, bakat , dan hak yang
sama juga. Harapan besar bou adalah
ingin kuliah dan menjadi guru. Saya kagum dengan semangat bou dan malu dengan
diri sendiri, karena saya yang memiliki dua kaki tapi malah malas malasan. Banyak pelajaran dan pengalaman dari cerita dari seorang wanita
berdarah medan, surta suryani.
Berikut, hasil dokumentasi saat melakukan wawancara dan observasi :