Selasa, 26 Agustus 2014

laporan observasi



  Cerita dari Seorang Divable

Surta suryani  adalah salah satu seorang wanita divable. ia  kehilangan kaki kirinya akibat sebuah kecelakan. Sebuah tragedi yang terjadi pada tanggal 9 juni 2012 silam. Siang itu kami mengunjungi beliau, dan beliau beliau menceritakan kejadian tragis itu. Wanita yang akrab dipanggil bou ini  dulu kerja di sebuah pabrik penyemprot nyamuk di daerah bantaran gerbang. Malam kejadian itu, Bou membawa motor dan membonceng temannya, ia keluar dari pom bensin dengan hati hati dan mengendarai motor di tepi badan jalan. Namun, tiba-tiba  ada cahaya lampu mobil di belakangnya dan mobil itu menabrak motor bou. Kakinya sangat remuk sehingga kaki beliau harus diamputasi. Terlihat mata bou berkaca-kaca oleh air mata saat menceritakan kejadian itu dan secara pribadi ada rasa segan karena membuat bou mengulang memori pahit itu.



Kini wanita berdarah batak ini mengunakan tongkat sebagai alat bantu jalannya. Walau hanya memiliki satu kaki dan merasa terbatas beraktivitas, bou tetap bisa membersihkan rumah dan mengajarkan adik-adiknya. Saat mendengar pernyataan bou itu, secara pribadi merasa malu karena tetap malas walau memiliki kaki lengkap.  Beliau pun sudah bisa naik angkot , bahkan sempat naik motor saat pulang kampung karena rindu menaikai motor. Kami pu kaget dengan cerita bou yang nekat naik motor walau ,tetapi beliau tidak bisa menaiki bus dan kopaja karena terlalu tinggi. Memang susah menaiki kopaja karena realitanya adalah baru naik satu kaki, kopaja langsung jalan.


Saat kami dan bou saling sharing, tiba tiba muncul pertanyaan mengenai biaya dan tanggung jawab kecelakan.   Bou mengatakn bahwa perusahaan pemiliki truk yang menabrak dirinya hanya meberi alakadarnya dan salah satu asuransi  kecelakaan hanya memberi asuransi 50persen karena  bagi asuransi tersebut cacat tubuh yang dialami bou adalah cacat tubuh sebagian, yaitu hanya kaki kiri. Itulah pernyataan yang paling membuat kami kaget. Ada rasa kesal bagi kami saat mendengar pernyataan itu.  Bukankah bou seharusnya mendapat haknya sebesar 100 persen? Secara pribadi, yang sangat tidak setuju dengan pernyataan dari phak asuransi kecelakaan tersebut karena cacat kaki sebalah hanya  dinyatakan cacat tubuh sebagian. Lalu, mesti diamputasi dulu kedua kakinya  dan baru dinyatakan  cacat tubuh total?  .  Dan kami kagum mendengar bou yang mengatakan bahwa beliau tidak menutut apa-apa walau itu haknya, ia tetap bersyukur karena masih mendapat bantuan biaya daripada tidak sama sekali. Tapi bagi saya, semestinya bou tetap menuntut haknya, karena rakyat indonesia mesti dipenuhi haknya dan  menegakkan haknya.
 

Bou bercerita, ia pernah disenggol oleh orangorang yang terburu-buru saat di keramain. Memang belum ada jalan khusus untuk divable di indonesia. Sebaiknya di Indonesia ada jalan khusus tersebut, agar para divable dapat jalan dengan aman, dan para pejalan kaki lain tidak terhambat jalannya karena divable jalannya tidak bisa cepat. Ada kesulitan ,pasti ada kemudahan. Bou juga mengalami itu, baginya sudah lumayan fasilitas fasilitas di indonesia untuk memudahkan para divable, seperti lift, eskalator, jalan di bidang miring,dan divable priorty di kereta. Namun, bagiginya itu belum cukup. Beliau mengharapkan mendapat sumbangan kaki palsu agar dapat lebih mudah beraktifitas. Bou pun tetap ingin bekerja , tapi lagi lagi masalah kondisi tubuhnya.  terkadang ia merasa terdiskriminasi karena lowongan pekerjaan melihat fisik tubuh. Memang rasanya tidak adil bagi para divable padahal mereka memiliki skil, bakat , dan hak yang sama juga.  Harapan besar bou adalah ingin kuliah dan menjadi guru. Saya kagum dengan semangat bou dan malu dengan diri sendiri, karena saya yang memiliki dua kaki tapi malah malas malasan. Banyak pelajaran dan pengalaman dari cerita dari seorang wanita berdarah medan, surta suryani.

Berikut, hasil dokumentasi saat melakukan wawancara  dan observasi :




1 komentar:

  1. Halo, post kamu bagus yaa tapi aku ada koreksi nih hehe penulisan yang benar itu 'difable' :)

    BalasHapus